Bisnis Perfileman di indonesia Penonton Meningkat, Film Bertambah





Bisnis.com, JAKARTA— Asosiasi Produser Film Indonesia (Aprofi) mengemukakan per November 2017 jumlah film yang sudah ditayangkan mencapai 90 film. Sebaliknya, film yang telah diproduksi melainkan belum menetapkan jadwal tayangnya jumlahnya di kisaran 20-30 film.

Sampai Selasa (5/12/2017), ia mengemukakan jumlah penonton sudah menempuh 34 juta, atau berpotensi menaklukkan capaian jumlah penonton pada tahun lalu sebanyak 35 juta. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa situasi tahun depan akan amat menarik bagi industri perfilman Indonesia.

Tapi, dia menekankan tingginya produktivitas insan perfilman beberapa tahun akhir-akhir ini ini diakuinya belum sejajar dengan pendapatan yang diterima. Fauzan menyebutkan sekitar 75% film nasional tidak balik modal, meskipun cuma 25% film nasional yang mampu meraup jumlah penonton cukup fantastis pada tahun lalu.

Unsur yang melatarbelakangi situasi kesenjangan tersebut cukup bermacam mulai dari mutu film, film yang diproduksi tak memiliki segmen pasar, dan kurang promosi. “Secara artistik, film Indonesia banyak yang sudah diakui oleh dunia internasional, tapi apabila bicara film ya wajib bicara soal jumlah penonton,” tuturnya.

Mengutip data Aprofi, jumlah yang diproduksi pada 2016 mencapai 125 dengan capaian penonton 35 juta. Dari 125 film tersebut, hanya 10 film yang kapabel mencatatkan jumlah penonton di atas 1 juta dengan peringkat pertama diduduki oleh Warung DKI Part I (6,8 juta penonton).

Sepuluh besar box office tersebut memiliki kontribusi penjualan karcis hingga 75% dari total penjualan tiket pada tahun lalu. Sebaliknya, lebih dari 75% film nasional tidak dapat menempuh 100.000 penonton.

Fauzan menjelaskan 100.000 penonton setara dengan pendapatan senilai Rp1,5 miliar. Meskipun, tarif produksi film minimal mencapai Rp3 miliar-Rp5 miliar.

Sementara itu, Chand Parwez, Ketua Badan Perfilman Indonesia menambahkan masih banyak film nasional yang tak punya penonton. Tetapi ini dapat diartikan bahwa taktik marketing yang tidak sukses, promosi tidak ideal sasaran, atau kualitas film rendah.

“Melainkan, ada juga film yang berkualitas yang justru tidak menerima apresiasi dari penonton. Tidak kira dalam hal ini penonton juga patut diberi edukasi untuk menghargai film-film dengan muatan positif,” katanya.

Dalam rentang panjang, dia meyakini prospek pertumbuhan industri perfilman Indonesia masih signifikan karena pasar Indonesia masih betul-betul luas dan banyak konten film yang belum digali oleh insan perfilman Tanah Air.

Ia cuma itu, pertumbuhan industri perfilman nasional diakuinya juga membutuhkan dukungan dari pemerintah. “Selama ini yang jalan hanya pihak swasta, namun jarang pemerintah yang menganggap bahwa film yaitu bisnis yang merepresentasikan identitas bangsa,” tekannya.

mencontohkan perizinan lokasi untuk produksi film seringkali dipersulit. Namun ini menggambarkan bahwa pemerintah masih belum serius dalam memperhatikan film sebagai komponen yang sanggup berkontribusi terhadap ekonomi bangsa.


Baca Artikel Terkait Tentang Drama Korea

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *